Tim Psikologi Polda NTT Lakukan Pendampingan Anak Korban Penganiayaan di TTS

Tim Psikologi Polda NTT Lakukan Pendampingan Anak Korban Penganiayaan di TTS

Tim psikologi dari Kepolisian Daerah (Polda) NTT melakukan pendampingan psikologi kepada anak korban penganiayaan, Sabtu (4/1/2023).

YN alias YT, bocah usia 2 tahun sembilan bulan dianiaya beberapa waktu lalu oleh kerabatnya.

Pendampingan psikologi dilakukan di kediaman korban di rumah jabatan Sekda Kabupaten TTS didampingi keluarga dan personel unit PPA Polres TTS.

“Rasa trauma anak-anak korban kekerasan dan penganiayaan kita pulihkan dengan pendekatan psikologi yang membuat anak nyaman berada dalam situasi sosial serta menarik minat dan semangatnya,” ujar Iptu Juan A. Djara, S.PSi M.PSi dari Bagian Psikologi Biro SDM Polda NTT, Sabtu (4/1/2023).

Kegiatan ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi psikologis korban saat ini dan pengaruh trauma terhadap perkembangan psikologis anak.

Tim Psikologi Polda NTT berdialog dan bermain bersama anak korban serta memberikan mainan.

Anak korban pun nampak ceria saat bertemu tim psikologi Biro SDM Polda NTT.

Pendampingan ini dilakukan untuk memulihkan psikologi anak korban yang dianiaya kerabatnya beberapa waktu lalu.

Anak korban dianiaya oleh OAT alias Ori (34), warga Desa Tunua, Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT.

Ori sudah diamankan polisi di Polres TTS dan ditahan dalam sel Polres TTS.

Ori merupakan ibu angkat dan tante dari YN alias YT, bocah usia 2 tahun sembilan bulan yang dianiaya beberapa waktu lalu.

Penyidik unit PPA Satreskrim Polres TTS sudah memeriksa sejumlah saksi yakni Yermi Nenometa, Carles Tuanani dan Ai Leo, staf Yayasan CIS Timor.

Juga memeriksa Maher Tanu (Kepala Desa Tunua), Yance Eliaser Oematan (Kepala Dusun 1) dan Nofriyanto Tfuakani.

Kapolres TTS, AKBP I Gusti Putu Suka Arsa, S.I.K mengakui kalau korban dianiaya pada Jumat (20/1/2023) lalu di kamar tamu rumah tua milik Edison Sipa (Sekda Kabupaten TTS) di Desa Tunua, Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten TTS.

Ori mengikat kedua kaki anak korban menggunakan tali sepatu ukuran panjang kurang lebih 40 centimeter, yang diputar pelaku 2 kali dengan posisi korban duduk diatas karpet yang berada di atas lantai kamar lalu diikat secara kuat oleh pelaku.

Pelaku juga mengikat kedua tangan korban menggunakan tali rafia warna biru dengan posisi korban saat itu sambil duduk diatas karpet yang berada dilantai.

Beberapa staf Yayasan CIS Timor mendengar suara tangisan korban sehingga mereka membuka pintu rumah dan mendapati korban dalam keadaan tergelatak di lantai kamar dengan posisi tertelungkup.

Kedua tangan korban dalam keadaan terikat ke belakang. tubuh korban dan kedua kaki korban juga dalam keadaan terikat dan posisi pintu kamar dipalang dengan menggunakan sebuah speaker besar sehingga korban tidak dapat keluar dari dalam ruangan tersebut.

“Saat ditemukan, korban menangis dan ketakutan, dalam kondisi lemas karena kemungkinan korban belum makan,” ujar Kapolres TTS.

Pada kedua kaki dan kedua tangan yang terikat mengalami bengkak. Juga ada beberapa bekas luka pada tubuh korban dan beberapa luka yang belum sembuh.

Selain itu, jari kelingking tangan kiri korban mengalami luka dan berdarah.

Atas perbuatannya, Ori dijerat pasal 80 ayat (1) Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan kedua atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuman 3 tahun penjara.

“Atau pasal 44 ayat (1) undang -undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara atau pasal 351 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman 3 tahun penjara,” tandas Kapolres TTS.